Fafavoice, catatan Fafa

Resiko Kuliah di Luar Negeri #4 Seri Masyarakat Lokal

Resiko Kuliah di Luar Negeri


Hii vois, ini artikel terakhir tentang resiko kuliah di luar negeri. Seri keempat kali ini, membahas resiko kuliah di Luar negeri seri masyarakat lokal. Tentunya ketika berpindah ke suatu daerah yang baru kita akan hidup dengan masyarakat lokal. Memahami tanpa menjudge, dan mengkategorikan kebiasaan dan budaya sebagai budaya mereka akan membantu lebih mudah untuk beradaptasi dengan lingkungan yang baru. 

Resiko Kuliah di Luar Negeri

So far so good meskipun banyak resiko yang diperhitungkan ketika melanjutkan kuliah di luar negeri. Banyak pengalaman baru yang bisa vois rasakan, bercengkrama langsung memahami karakter, kebiasaan dan budaya orang dengan berbagai latar belakang negara yang berbeda menampilkan prespektif, ilmu dan pengalaman baru. Meskipun begitu resiko kuliah di luar negeri ini hanyalah sebuah pertimbangan bagi vois untuk berhati-hati dan mempersiapkan mental dengan baik. Setidaknya dengan memahami resiko kuliah di luar negeri akan meminimalisir rasa kaget vois ketika menginjakkan kaki di negara tujuan.


Language Barrier


Sebelum melamar kampus luar negeri impian, aku yakin vois pasti sudah berusaha mati-matian untuk mendapat score Bahasa Inggris yang tinggi merupakan syarat utama mendaftar kampus luar negeri. Sertifikat Bahasa Inggris yang dibutuhkan biasanya berupa IELTS atau TOEFL iBT. Score minimal kampus top 50 mensyaratkan minimal IELTS score berkisar 7-7,5 atau iBT 92-110 dan ada minimal score tiap section. 

Perjuangan panjang mendapatkan score tinggi, belum lagi berkali-kali tes jika mendapatkan target score yang diinginkan. Bahkan setelah mendapatkan nilai score yang tinggi sekalipun, bukan bearti vois bisa merasa aman di kampus tujuan. Bahasa Inggris bukanlah bahasa ibu, ketika praktek mendengarkan materi di kelas, berusa menjawab dan mengajukan pertanyaa, terkadang vois atau bahkan teman vois kesulitan memahami satu sama lain. Itulah language barrier, rintangan bahasa yang harus vois hadapi ketika di negara tujuan.

Dialek

Belum lagi ketika mendengarkan dialek asli warga lokal, yang terlalu cepat dan sering enggak jelas. Terlebih dialek British, Aussy atau Scotland. Sering sekali fafa harus menjawab dengan, “Pardon me?” or I am sorry, I don’t know what you mean. Bahkan ketika native menjelaskan ulang maksud mereka sekalipun. Aku seringnya tetep gak paham. They are just to fast, cepet banget ngomongnya bambang hahaha. 

Pengaruh negatif lingkungan

Budaya minum

Budaya western country memang bertolak belakang dengan eastern country termasuk di Indonesia. Jika di Indonesia, budaya minum, club malam, pergaulan bebas mungkin hanya akan dirasakan di kota-kota besar seperti di Jakarta.  Namun di sini hampir setiap kota bahkan yang di pelosok sekalipun, minum bir/wine/wiski/rum seperti kebiasaan minum teh di Indonesia, hampir setiap hari warga lokal minum, dan vois akan sering menemukan botol-botol minuman yang utuh atau bahkan pecahan beling di sekitar jalan. Ya mungkin karena cuaca yang dingin, minum membuat badan jadi hangat.

 Night Club/PUB


Scotland memiliki sebuuah aturan yang unik dimana bir hanya dijual ketika pukul 10.00 am – 10.00 pm. Jadi ketika jam 10 malam ke atas, PUB atau toko groceries melarang customernya menjual alcohol. Meski begitu, kehidupan malam di sini cukup aktif sekali ya Bun. Banyak PUB yang buka sampai pagi, dan ketika berjalan di atas jam 10 malam, beberapa orang sudah mulai mabuk di jalan wkwk. Mahasiswa, kaum muda biasanya juga aktif berdandan atau sekadar hang out dengan temannya di PUB. PUB di sini ibarat café, tempat buat nongkrong gituu. 

PUB pun bermacam-macam modelnya, ada yang modelan santai, classic, full music, rame dll jadi tinggal preferensi masing-masing, suka PUB model kayak gimana juga ada.

Bau Cimeng

Yaaps, ganja tidak dilarang di sini. Bau cimeng, atau bau orang menghirup ganja di jalan cukup menggangu dan sering sekali terjadi, enggak cuma sekali atau dua kali. Baunya enggak enak, dan mau enggak mau, enggak sengaja kena hirup :(  

Public Display Affection

Hal yang membuatku cukup terkaget-kaget ketika kulliah di luar negeri adalah Public Display of Affection (PDA) atau bermesraan di depan umum. Nantinya Vois akan sering melihat couple/pasangan muda yang menampilkan PDA di depan umum. Kemesraan ini bukan hanya berpegangan tangan atau berpelukan ya, orang luar negeri tidak malu untuk deep kiss di pinggir jalan, di bis atau tempat rame lainnya.

Kan saya jadi kaget hahaha. Bahkan temen fafa yang kuliah di US lebih parah lagi, ada juga yang melakukan hal-hal intim di tempat yang tidak seharusnya. Hmm begitulah yang melakukan tidak merasa malu, tapi yang enggak sengaja melihatnya merasa malu, aneh, dan kesel sendiri. Inilah lika-liku kuliah di luar negeri yang paling mengagetkan.

Perbedaan lingkungan dan budaya bisa mempengaruhi keimanan muslim/muslimah. Beberapa teman muslim pun iku terpengaruh dengan pergaulan bebas ini. Ketika bertemu dengan salah seorang pelajar Malaysia yang kuliah UK di pesawat. Dia bercerita bahwa banyak sekali, mahasiwa muslima yang awalnya memakai jilbab, kemudian melepas jilbabnya lalu ikut masuk ke PUB setempat, mungkin karena ingin berbaur dengan warga lokal, merasakan kebebasan dll. Tapi asalkan iman kuat dan mampu menahan diri itu semua tidak akan masalah.

Yey, sekian sharing pengalaman fafa dengan tema resiko kuliah di luar negeri. Bagi vois yang sedang mempersiapkan diri untuk kuliah di luar negeri tetap semangat yaa. I believe you can do it. Break a leg vois :) Bagi yang sudah kuliah, perjuangan kita belum berakhir hahahaha.


‹ OlderNewest ✓

2 comments

Terima kasih sudah membaca ^^
  1. Semoga Fafa senantiasa dalam penjagaan Allah. Aamiin. ☺️

    ReplyDelete
  2. Alhamdulillah sejauh ini aman, terima kasih iif

    ReplyDelete