Fafavoice, catatan Fafa

Peringkat Minat Baca Dunia. Kenapa Indonesia Selalu di Urutan Terbawah?


Peringkat Minat Baca Dunia


Kenapa sih peringkat minat baca di Indonesia selalu rendah berdasarkan situs Internasional seperti PISA atau UNESCO? Indonesia selalu berada di urutan terkahir dan tidak ada perubahan yang signifikan sama sekali. Pendidikan di Indonesia seperti terdiam di antara negara maju yang terus menerus berkembang. Tiga terbawa di setiap survey peringkat minat baca dunia.

Sebagai pegiat literasi dan warga Indonesia yang baik tentu kita sedih dengan tidak adanya perkembangan ini. Akhirnya muncul pertanyaan, kenapa rendah terus? Kok bisa enggak naik, eh malah turun dong! Memang assessment apa yang digunakan oleh Pendidikan Internasional tersebut?

Data Literasi dan Minat Baca di Indonesia

Pendidikan di Indonesia menghadapi masalah yang cukup kompleks, banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan pendidikan dan literasi di Indonesia.

Sebenarnya tingkat melek huruf atau literasi di Indonesia sudah sangat meningkat tajam, berdasarkan Badan Pusat dan Statistik atau (BPS) pada tahun 2022, data melek huruf anak usia 15 tahun sebesar 96,35%, artinya dari 100 orang, 96 sudah bisa membaca. Vois pasti juga sering mendengan prestasi anak Indonesia yang menjuarai berbagai macam olimpiade international di bidang SAINS, Matematika ataupun Fisika. 

Lalu kenapa minat membaca enggak naik-naik ya? Data internasional tentang minat baca Indonesia, dari semua data itu data dari PISA yang paling umum digunakan dalam artikel tentang minat baca. Setelah research internet sana sini, data asli dari PISA pun berhasil saya temukan. Data PISA atau bisa di sini

Indonesia berada di peringkat 72 bidang Matematika dengan skor 379, SAINS peringkat 71 dengan skor 396 dan reading di peringkat 73 dari sekitar 79 negara. Berdasarkan data tersebut kemampuan siswa Indonesia dalam litersi, SAINS dan matematika selalu di bawah rata-rata kemampuan anak pada umumnya di seluruh dunia.

Selain PISA, pada tahun 2012, menurut UNESCO minat baca di Indonesia berada di peringkat ke 60 dari 61 Negara. Dengan score 0,001% dari 1000 hanya satu orang yang gemar membaca, apakah benar demikian?

Tentu vois bisa membuktikannya dengan melihat fenomena sosial yang umum terjadi pada murid sekolah. Apakah mereka gemar membaca, atau harus ada program wajib membaca dari pemerintah? Menurut pandangan saya pribadi, ada berbagai macam faktor yang mempengaruhi rendahnya tingkat membaca di Indonesia
PISA 2018


Faktor Rendahnya Minat Baca 

Tidak Meratanya Pendidikan

Di kota besar, dengan banyaknya perpustakaan, ruang baca dan berbagai sekolah dengan kualitas yang bagus dan terpercaya, menjadi adanya gap perbedaan kualitas Pendidikan di setiap daerah. Kesempatan, daya saing setiap siswa dan fasilitas juga menjadi factor pemicu seorang anak mampu mengembangkan literasinya dengan baik

Berbeda dengan kota-kota kecil, dimana fasilitas Pendidikan yang kurang memadai, kompetesi guru dan akses buku yang terbatas. Bahkan harga buku relative mahal, perpustakaan yang jauh dari rumah warga.

Belum lagi system pendidikan yang selalu berubah, hingga sekolah sekolah di pelosok tidak mampu mengikutinya perkembangan yang begitu, kurang sosialisasi dan kurang terarah dengan baik. Tentu kita tidak bisa menyalahkan pemerintah, karena nyatanya system Pendidikan pun semakin membaik, semakin student center. Vois harus tetap mendukung dengan usaha dan kemampuan vois.

Akses Buku Yang Tidak Seimbang

Toko buku yang masih banyak bertebaran di pulau Jawa. Mudah juga membeli buku lewat online, dengan memilih judul buku yang disukai. Akses Buku di kota-kota besar seperti Surabaya dan Jakarta menjadi sangat sangat mudah. 

Di Surabaya sendiri, banyak berbagai perpustakaan yang bisa diakses secara gratis oleh warga, seperti perpustakaan Bank BI, Perpustakaan Balai Pemuda, Perpustakaan Provinsi di Menur, perpustakaan arsip di Rungkut, dan tentu perpustakaan di setiap kampus.

Fasilitas seperti taman bermain, ruang khusus anak, kursi yang nyaman, kantin, kamar mandi yang bersih adalah sekian banyak pendukung agar masyarakat semakin betah di perpustakaan. Namun seringnya hanya di kota besar, bagaimana di kota kecil? karena kurangnya akses masyarakat jadi tidak bisa membaca buku gratis nan nyaman. Semoga saja kota lain juga bisa berbenah dan terus meningkatkan fasilitas perpustakaan.

Pola Asuh Orang Tua

Beruntung sekali bagi vois yang memiliki orang tua yang aktif mengenalkan literasi dan buku dengan natural. Ketika dewasa ini aku semakin merasa bersyukur, dulu keluargaku memang bukan dari kalangan yang berkecukupan, tapi Bapak sering berdongeng sebelum tidur, membelikan beberapa buku bacaan yang masih aku ingat jelas sampai sekarang. Kisah pohon apel yang bapak gunting dari koran, lalu di tempel di kaca rumah, 30 dongeng sebelum tidur untuk anak muslim yang terdiri dari beberapa seri. Aku ingat beberapa judul sampai sekarang. Aku ingat mengkhatamkan buku Laskar Pelangi saat duduk di bangku kelas 5 SD. 

Jika vois tidak memiliki kenangan masa kecil dengan buku, vois bisa mulai berencana untuk mengenalkan buku kepada anak-anak kelak. Buku dengan judul paling menarik, cerita yang asyik, buku yang akan terkenang seumur hidup anak sampai nanti, sehingga buku menjadi kenangan indah, bukanlah hal yang asing bagi anak-anak. 

survey perpustakaan
indonesiabaik.id


Optimisme dari Perpustakaan

Perpustakaan Nasional selalu berusaha untuk meningkatkan geliat membaca nasional dan rajin mengupdate minat baca masyarakat Indonesia. Tingkat Kegemaran Membaca Masyarakat Indonesia tahun 2022 sebesar 63,90 (tinggi)  mengalami kenaikan dibandingkan dan tahun 2017 sebesar 36,48 (rendah). Mungkin semakin kesini, masyarakat semakin sadar betapa pentingnya menaikkan minat baca sebagai budaya literasi yang baik

PISA 2021

PISA melakukan survey setiap tiga tahun sekali. Namun karena pandemi, PISA menunda pengambilan data survey. Pengambilan data pun dilakukan pada tahun 2022, vois akan mampu melihat hasilnya pada 2023 nanti. Semoga ada kabar baik untuk literasi Indonesia.

 


4 comments

Terima kasih sudah membaca ^^
  1. Akses buku ini terasa bgt saat aku di 3t, g ada toko buku. Belinya jauh. Perpus daerah terbatas

    ReplyDelete
  2. Jadi di reminder kembali masalah literasi yang rendah. Memang tantangan banget meningkatkan minat literasi anak Indonesia. Tantangan ini jg yang bikin kurikulum merdeka diterapkan.

    ReplyDelete
  3. Huhu.m masih PR memang ya kak. contoh yang nyata adalah , di kereta banyak yg lebih suka megang Hp daripada baca buku

    ReplyDelete
  4. Selain fasilitas, harganya juga lumayan mahal. Apalagi buku anak-anak

    ReplyDelete